PRAKTIKUM GEOLOGI FISIK
BATUAN METAMORF

DISUSUN OLEH:
NAMA :
FRISKY FAKTO KALATASIK
NO. MAHASISWA :
410014134
JURUSAN :
TEKNIK GEOLOGI
KELAS : 02
SEKOLAH TINGGI
TEKNOLOGI NASIONAL YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini
sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “BATUAN MATAMORF”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai “BATUAN MATAMORF”. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Yogyakarta
,03 Oktober 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL ................................................................................................................i
KATA
PENGANTAR .............................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
...................................................................................................1
1.2.
Rumusan masalah………………………………………………………………2
1.3.
Tujuan masalah………………………………………………………………....3
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………17
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………18
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siklus
batuan menunjukkan kemungkinan batuan untuk berubah bentuk. Batuan yang
terkubur sangat dalam mengalami perubahan tekanan dan temperatur. Jika mencapai
suhu tertentu, batuan tersebut akan melebur jadi magma. Namun saat belum
mencapai titik peleburan kembali menjadi magma, batuan tersebut berubah menjadi
batuan metamorf.
Batuan
metamorf adalah batuan yang telah mengalami proses metamorfosis. Proses
metamorfosis hanya terjadi di dalam bumi. Proses tersebut mengubah tekstur asal
batuan, susunan mineral batuan, atau mengubah keduanya sekaligus. Proses ini
terjadi dalam solid state, artinya batuan tersebut tidak melebur. Meskipun
demikian, penting diingat bahwa fluida (terutam air) memiliki peranan yang
penting dalam proses metamorfosis.
Batu gamping
termetamorfosis menjadi marmer. Butiran halus kalsit pada batu gamping
terkristalisasi menjadi butiran besar. perubahan yang terjadi hanya pada
teksturnya. Batu serpih termetamorfosis menjadi mika dengan butir besar.
Mineral lempung pada serpih tidak stabil pada temperatur tinggi. Perubahan yang
terjadi selain pada teksurnya, juga mencakup pembentukan mineral baru.
B.
Tujuan
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas semester ganjil mata kuliah geologi
umum tentang batuan metamorf. Di samping itu, makalah ini dapat menambah
pengetahuan bagi para pembaca dan juga dapat mengembangkan kemampuan sehingga mempunyai
pandangan luas tentang kedudukan dan peranan batuan metamorf.
C. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang pengertian
batuan metamorf, batas metamorfisme, pengontrol metamorfisme, pengaruh suhu dan
tekanan metamorfisme, jenis batuan metamorf, jenis metamorfisme, zona
metamorfisme, fasies metamorfisme, dan metasomatisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN BATUAN METAMORF
Batuan asal atau batuan induk baik berupa batuan beku,
batuan sedimen maupun batuan metamorf dan telah mengalami perubahan mineralogi,
tekstur serta struktur sebagai akibat adanya perubahan temperatur (di atas
proses diagenesa dan di bawah titik lebur; 200o-350oC
< T < 650o-800oC) dan tekanan yang tinggi (1 atm
< P < 10.000 atm) disebut batuan metamorf. Proses metamorfisme tersebut
terjadi di dalam bumi pada kedalaman lebih kurang 3 km – 20 km. Winkler (1989)
menyatakan bahwasannya proses-proses metamorfisme itu mengubah mineral-mineral
suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau respons terhadap kondisi
fisika dan kimia di dalam kerak bumi yang berbeda dengan kondisi sebelumnya.
Proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan diagenesa.
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari
proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di
permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat
pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari
kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan
mineraloginya. Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur
di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan
lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.
Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut
terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam
batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang
terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara
mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas
antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari
metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk
secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit.
Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh,
metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain
untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi
terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium
dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan
terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit
atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah
kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau
dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C
disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana
kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel,
sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan
lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian
besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh
kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi
dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan
metamorf yang lain.
B. PEMBENTUKAN BATUAN METAMORF
Batuan beku dan sedimen dibentuk akibat interaksi dari
proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di
permukaannya. Bumi merupakan sistim yang dinamis, sehingga pada saat
pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi
yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas
diagenesa dan di bawah pelelehan, maka akan menunjukkan sebagai proses
metamorfisme.
Suatu batuan mungkin mengalami beberapa perubahan
lingkungan sesuai dengan waktu, yang dapat menghasilkan batuan polimetamorfik.
Sifat-sifat yang mendasar dari perubahan metamorfik adalah batuan tersebut
terjadi selama batuan berada dalam kondisi padat. Perubahan komposisi di dalam
batuan kurang berarti pada tahap ini, perubahan tersebut adalah isokimia yang
terdiri dari distribusi ulang elemen-elemen lokal dan volatil diantara
mineral-mineral yang sangat reaktif. Pendekatan umum untuk mengambarkan batas
antara diagenesa dan metamorfisme adalah menentukan batas terbawah dari
metamorfisme sebagai kenampakan pertama dari mineral yang tidak terbentuk
secara normal di dalam sedimen-sedimen permukaan, seperti epidot dan muskovit.
Walaupun hal ini dapat dihasilkan dalam batas yang lebih basah. Sebagai contoh,
metamorfisme shale yang menyebabkan reaksi kaolinit dengan konstituen lain
untuk menghasilkan muskovit. Bagaimanapun juga, eksperimen-eksperimen telah
menunjukkan bahwa reaksi ini tidak menempati pada temperatur tertentu tetapi
terjadi antara 200°C – 350°C yang tergantung pada pH dan kandungan potasium
dari material-material disekitarnya. Mineral-mineral lain yang dipertimbangkan
terbentuk pada awal metamorfisme adalah laumonit, lawsonit, albit, paragonit
atau piropilit. Masing-masing terbentuk pada temperatur yang berbeda di bawah
kondisi yang berbeda, tetapi secara umum terjadi kira-kira pada 150°C atau
dikehendaki lebih tinggi. Di bawah permukaan, temperatur di sekitarnya 150°C
disertai oleh tekanan lithostatik kira-kira 500 bar.
Batas atas metamorfisme diambil sebagai titik dimana
kelihatan terjadi pelelehan batuan. Di sini kita mempunyai satu variabel,
sebagai variasi temperatur pelelehan sebagai fungsi dari tipe batuan, tekanan
lithostatik dan tekanan uap. Satu kisaran dari 650°C – 800°C menutup sebagian
besar kondisi tersebut. Batas atas dari metamorfisme dapat ditentukan oleh
kejadian dari batuan yang disebut migmatit. Batuan ini menunjukkan kombinasi
dari kenampakan tekstur, beberapa darinya muncul menjadi batuan beku dan batuan
metamorf yang lain.
Gambar:
memperlihatkan batuan asal yang mengalami metamorfisme tingkat rendah – medium
dan tingkat tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).
Pembentukan batuan metamorf selain didasarkan pada
tingkat malihannya juga didasarkan pada penyebabnya. Berdasarkan penyebabnya
batuan metamorf dibagi menjadi tiga yaitu (1) Metamorfisme kontak/ termal,
pengaruh T dominan; (2) Metamorfisme dinamo/ kataklastik/dislokasi/kinematik,
pengaruh P dominan; dan (3) Metamorfisme regional, terpengaruh P & T, serta
daerah luas. Metamorfisme kontak terjadi pada zona kontak atau sentuhan
langsung dengan tubuh magma (intrusi) dengan lebar antara 2 – 3 km.
Metamorfisme dislokasi terjadi pada daerah sesar besar/ utama yaitu pada lokasi
dimana masa batuan tersebut mengalami penggerusan. Sedangkan metamorfisme
regional terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan lebih intensif bilamana
diikuti juga oleh orogenesa. penyebaran tubuh batuan metamorf ini luas sekali
mencapai ribuan kilometer.
Gambar memperlihatkan lokasi batuan metamorf (Gillen, 1982).
C. PENGENALAN BATUAN METAMORF
Pengenalan batuan metamorf dapat dilakukan melalui
kenampakan-kenampakan yang jelas pada singkapan dari batuan metamorf yang
merupakan akibat dari tekanan-tekanan yang tidak sama. Batuan-batuan tersebut
mungkin mengalami aliran plastis, peretakan dan pembutiran atau rekristalisasi.
Beberapa tekstur dan struktur di dalam batuan metamorf mungkin diturunkan dari
batuan pre-metamorfik (seperti: cross bedding), tetapi kebanyakan hal ini
terhapus selama metamorfisme. Penerapan dari tekanan yang tidak sama, khususnya
jika disertai oleh pembentukan mineral baru, sering menyebabkan kenampakan
penjajaran dari tekstur dan struktur. Jika planar disebut foliasi. Seandainya
struktur planar tersebut disusun oleh lapisan-lapisan yang menyebar atau
melensa dari mineral-mineral yang berbeda tekstur, misal: lapisan yang kaya
akan mineral granular (seperti: felspar dan kuarsa) berselang-seling dengan
lapisan-lapisan kaya mineral-mineral tabular atau prismatik (seperti:
feromagnesium), tekstur tersebut menunjukkan sebagai gneis. Seandainya
foliasi tersebut disebabkan oleh penyusunan yang sejajar dari mineral-mineral
pipih berbutir sedang-kasar (umumnya mika atau klorit) disebutskistosity.
Pecahan batuan ini biasanya sejajar dengan skistosity menghasilkan belahan
batuan yang berkembang kurang baik.
Pengenalan batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan
jenis batuan lain yaitu didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan
komposisinya. Namun untuk batuan metamorf ini mempunyai kekhasan dalam
penentuannya yaitu pertama-tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam
struktur foliasi (ada penjajaran mineral) atau non foliasi (tanpa penjajaran
mineral) (Tabel 3.12). Pada metamorfisme tingkat tinggi akan berkembang
struktur migmatit (Gambar 3.12). Setelah penentuan struktur diketahui, maka
penamaan batuan metamorf baik yang berstruktur foliasi maupun berstruktur non
foliasi dapat dilakukan. Misal: struktur skistose nama batuannya sekis; gneisik
untuk genis; slatycleavage untuk slate/ sabak. Sedangkan non foliasi, misal:
struktur hornfelsik nama batuannya hornfels; liniasi untuk asbes.
Gambar diagram alir untuk identifikasi batuan metamorf
secara umum (Gillen, 1982)
D. STRUKTUR BATUAN METAMORF
Secara umum struktur yang dijumpai di dalam batuan
metamorf dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu struktur foliasi dan struktur
non foliasi. Struktur foliasi ditunjukkan oleh adanya penjajaran
mineral-mineral penyusun batuan metamorf, sedang struktur non foliasi tidak
memperlihatkan adanya penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf.
1.
Struktur Foliasi
·
Struktur Skistose: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral pipih
(biotit, muskovit, felspar) lebih banyak dibanding mineral butiran.
·
Struktur Gneisik: struktur yang memperlihatkan penjajaran mineral
granular, jumlah mineral granular relatif lebih banyak dibanding mineral pipih.
·
Struktur Slatycleavage: sama dengan struktur skistose, kesan kesejajaran
mineraloginya sangat halus (dalam mineral lempung).
·
Struktur Phylitic: sama dengan struktur slatycleavage, hanya mineral dan
kesejajarannya sudah mulai agak kasar.
2.
Struktur Non Foliasi
·
Struktur Hornfelsik: struktur yang memperlihatkan butiran-butiran mineral
relatif seragam.
·
Struktur Kataklastik: struktur yang memperlihatkan adanya penghancuran terhadap
batuan asal.
·
Struktur Milonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi oleh adanya orientasi
mineral yang berbentuk lentikuler dan butiran mineralnya halus.
·
Struktur Pilonitik: struktur yang memperlihatkan liniasi dari belahan
permukaan yang berbentuk paralel dan butiran mineralnya lebih kasar dibanding
struktur milonitik, malah mendekati tipe struktur filit.
·
Struktur Flaser: sama struktur kataklastik, namun struktur batuan asal
berbentuk lensa yang tertanam pada masa dasar milonit.
·
Struktur Augen: sama struktur flaser, hanya lensa-lensanya terdiri dari
butir-butir felspar dalam masa dasar yang lebih halus.
·
Struktur Granulose: sama dengan hornfelsik, hanya butirannya mempunyai
ukuran beragam.
·
Struktur Liniasi: struktur yang memperlihatkan adanya mineral yang
berbentuk jarus ataufibrous.
Gambar Sturuktur batuan metamorf (Comton; 1985)
E. TEKSTUR BATUAN METAMORF
Tekstur
1.
Tekstur Kristaloblastik
Tekstur
batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur batuan asal sudah tidak kelihatan
lagi atau memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru. Dalam penamaannya
menggunakan akhiran kata–blastik.
· Tekstur Porfiroblastik:
sama dengan tekstur porfiritik (batuan beku), hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
·
Tekstur Granoblastik: tekstur yang memperlihatkan butir-butir mineral
seragam.
·
Tekstur Lepidoblastik: tekstur yang memperlihatkan susunan mineral saling
sejajar dan berarah dengan bentuk mineral pipih.
· Tekstur Nematoblastik:
tekstur yang memperlihatkan adanya mineral-mineral prismatik yang sejajar dan
terarah.
·
Tekstur Idioblastik: tekstur yang memperlihatkan mineral-mineral berbentuk
euhedral.
·
Tekstur Xenoblastik: sama dengan tekstur idoblastik, namun mineralnya
berbentuk anhedral.
2.
Tekstur Palimpset
Tekstur
batuan metamorf yang dicirikan dengan tekstur sisa dari batuan asal masih bisa
diamati. Dalam penamaannya menggunakan awalan kata–blasto.
· Tekstur Blastoporfiritik:
tekstur yang memperlihatkan batuan asal yang porfiritik.
· Tekstur Blastopsefit:
tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lebih
besar dari pasir.
· Tekstur Blastopsamit: sama
dengan tekstur blastopsefit, hanya ukuran butirnya sama dengan pasir.
· Tekstur Blastopellit:
tekstur yang memperlihatkan batuan asal sedimen yang ukuran butirnya lempung.
Gambar 3.13
Tekstur batuan metamorf (Compton, 1985).
A. Tekstur
Granoblastik, sebagian menunjukkan tekstur mosaik; B. Tekstur Granoblatik
berbutir iregular, dengan poikiloblast di kiri atas; C. Tekstur Skistose dengan
porpiroblast euhedral; D. Skistosity dengan domain granoblastik lentikuler; E.
Tekstur Semiskistose dengan meta batupasir di dalam matrik mika halus; F.
Tekstur Semiskistose dengan klorit dan aktinolit di dalam masa dasar
blastoporfiritik metabasal; G. Granit milonit di dalam proto milonit; H.
Ortomilonit di dalam ultramilonit; I. Tekstur Granoblastik di dalam
blastomilonit.
F. KOMPOSISI BATUAN METAMORF
Pertumbuhan dari mineral-mineral baru atau
rekristalisasi dari mineral yang ada sebelumnya sebagai akibat perubahan
tekanan dan atau temperatur menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik,
sedang atau perkembangan sisi muka yang jelek; kristal ini
dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau xenoblastik. Secara umum
batuan metamorf disusun oleh mineral-mineral tertentu, namun secara khusus
mineral penyusun batuan metamorf dikelompokkan menjadi dua yaitu (1) mineral
stress dan (2) mineral anti stress. Mineral stress adalah mineral yang stabil
dalam kondisi tekanan, dapat berbentuk pipih/tabular, prismatik dan tumbuh
tegak lurus terhadap arah gaya/stress meliputi: mika, tremolit-aktinolit,
hornblende, serpentin, silimanit, kianit, seolit, glaukopan, klorit, epidot,
staurolit dan antolit. Sedang mineral anti stress adalah mineral yang terbentuk
dalam kondisi tekanan, biasanya berbentuk equidimensional, meliputi: kuarsa,
felspar, garnet, kalsit dan kordierit.
Setelah kita menentukan batuan asal mula metamorf,
kita harus menamakan batuan tersebut. Sayangnya prosedur penamaan batuan
metamorf tidak sistematik seperti pada batuan beku dan sedimen. Nama-nama
batuan metamorf terutama didasarkan pada kenampakan tekstur dan struktur. Nama
yang umum sering dimodifikasi oleh awalan yang menunjukkan kenampakan nyata
atau aspek penting dari tekstur (contoh gneis augen), satu atau lebih mineral
yang ada (contoh skis klorit), atau nama dari batuan beku yang mempunyai
komposisi sama (contoh gneis granit). Beberapa nama batuan yang didasarkan pada
dominasi mineral (contoh metakuarsit) atau berhubungan dengan facies metamorfik
yang dipunyai batuan (contoh granulit).
Metamorfisme regional dari batulumpur melibatkan
perubahan keduanya baik tekanan dan temperatur secara awal menghasilkan
rekristalisasi dan modifikasi dari mineral lempung yang ada. Ukuran butiran
secara mikroskopik tetap, tetapi arah yang baru dari orientasi mungkin dapat
berkembang sebagai hasil dari gaya stres. Resultan batuan berbutir halus yang mempunyai
belahan batuan yang baik sekali dinamakan slate. Bilamana metamorfisme
berlanjut sering menghasilkan orientasi dari mineral-mineral pipih pada batuan
dan penambahan ukuran butir dari klorit dan mika. Hasil dari batuan yang
berbutir halus ini dinamakan phylit, sama seperti slate tetapi mempunyai
kilap sutera pada belahan permukaannya. Pengujian dengan menggunakan lensa
tangan secara teliti kadangkala memperlihatkan pecahan porpiroblast yang kecil
licin mencerminkan permukaan belahannya. Pada tingkat metamorfisme yang lebih
tinggi, kristal tampak tanpa lensa. Disini biasanya kita menjumpai
mineral-mineral yang pipih dan memanjang yang terorientasi kuat membentuk
skistosity yang menyolok. Batuan ini dinamakanskis, masih bisa dibelah menjadi
lembaran-lembaran. Umumnya berkembang porpiroblast; hal ini sering dapat
diidentikkan dengan sifat khas mineral metamorfik seperti garnet, staurolit,
atau kordierit. Masih pada metamorfisme tingkat tinggi disini skistosity
menjadi kurang jelas; batuan terdiri dari kumpulan butiran sedang sampai kasar
dari tekstur dan mineralogi yang berbeda menunjukkan tekstur gnessik dan
batuannya dinamakan gneis. Kumpulan yang terdiri dari lapisan yang relatif
kaya kuarsa dan feldspar, kemungkinan kumpulan tersebut terdiri dari mineral
yang mengandung feromagnesium (mika, piroksin, dan ampibol). Komposisi
mineralogi sering sama dengan batuan beku, tetapi tekstur gnessik biasanya
menunjukkan asal metamorfisme; dalam kumpulan yang cukup orientasi sering ada.
Penambahan metamorfisme dapat mengubah gneis menjadi migmatit. Dalam kasus ini,
kumpulan berwarna terang menyerupai batuan beku tertentu, dan perlapisan kaya
feromagnesium mempunyai aspek metamorfik tertentu.
Jenis batuan metamorf lain penamaannya hanya
berdasarkan pada komposisi mineral, seperti:Marmer disusun hampir semuanya
dari kalsit atau dolomit; secara tipikal bertekstur
granoblastik. Kuarsit adalah batuan metamorfik bertekstur granobastik
dengan komposisi utama adalah kuarsa, dibentuk oleh rekristalisasi dari batupasir
atau chert/rijang. Secara umum jenis batuan metamorfik yang lain adalah sebagai
berikut:
1. Amphibolit:
Batuan yang berbutir sedang sampai kasar komposisi utamanya adalah ampibol
(biasanya hornblende) dan plagioklas.
2. Eclogit: Batuan yang berbutir
sedang komposisi utama adalah piroksin klino ompasit tanpa plagioklas felspar
(sodium dan diopsit kaya alumina) dan garnet kaya pyrop. Eclogit mempunyai
komposisi kimia seperti basal, tetapi mengandung fase yang lebih berat.
Beberapa eclogit berasal dari batuan beku.
3. Granulit: Batuan yang berbutir
merata terdiri dari mineral (terutama kuarsa, felspar, sedikit garnet dan
piroksin) mempunyai tekstur granoblastik. Perkembangan struktur gnessiknya
lemah mungkin terdiri dari lensa-lensa datar kuarsa dan/atau felspar.
4. Hornfels: Berbutir halus, batuan
metamorfisme thermal terdiri dari butiran-butiran yang equidimensional dalam
orientasi acak. Beberapa porphiroblast atau sisa fenokris mungkin ada.
Butiran-butiran kasar yang sama disebut granofels.
5. Milonit:
Cerat berbutir halus atau kumpulan batuan yang dihasilkan oleh pembutiran atau
aliran dari batuan yang lebih kasar. Batuan mungkin menjadi protomilonit,
milonit, atau ultramilomit, tergantung atas jumlah dari fragmen yang tersisa.
Bilamana batuan mempunyai skistosity dengan kilap permukaan sutera,
rekristralisasi mika, batuannya disebut philonit.
6. Serpentinit: Batuan yang hampir
seluruhnya terdiri dari mineral-mineral dari kelompok serpentin. Mineral
asesori meliputi klorit, talk, dan karbonat. Serpentinit dihasilkan
dari alterasi mineral silikat feromagnesium yang terlebih dahulu ada, seperti
olivin dan piroksen.
7. Skarn: Marmer yang tidak bersih/kotor
yang mengandung kristal dari mineral kapur-silikat seperti garnet, epidot, dan
sebagainya. Skarn terjadi karena perubahan komposisi batuan penutup (country
rock) pada kontak batuan beku.
Tabel 3.14
Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).
G. TIPE-TIPE METAMORFOSA
Bucher dan Frey (1994) mengemukakan
bahwa berdasarkan tatanan geologinya, metamorfosa dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu :
1.
Metamorfosa regional / dinamothermal
Metamorfosa regional atau dinamothermal
merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa
ini terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa ini dibedakan menjadi
tiga yaitu : metamorfosa orogenik, burial, dan dasar
samudera (ocean-floor).
· Metamorfosa Orogenik
Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik
dimana terjadi proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan
metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi dan
membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan kilometer. Proses
metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama berkisar antara puluhan juta
tahun lalu.
· Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan
dan temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif,
kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara
mineral dengan fluida.
· Metamorfosa Dasar dan
Samudera
Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada
kerak samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic
ridges). Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan
ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya reaksi kimia
antara batuan dan air laut tersebut.
2. Metamorfosa Lokal
Merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang
sempit berkisar antara beberapa meter sampai kilometer saja. Metamorfosa ini
dapat dibedakan menjadi
· Metamorfosa Kontak
Terjadi pada batuan yang mengalami pemanasan di
sekitar kontak massa batuan beku intrusif maupun ekstrusif. Perubahan terjadi
karena pengaruh panas dan material yang dilepaskan oleh magma serta oleh
deformasi akibat gerakan massa. Zona metamorfosa kontak disebut contact
aureole. Proses yang terjadi umumnya berupa rekristalisasi, reaksi antara
mineral, reaksi antara mineral dan fluida serta penggantian dan penambahan
material. Batuan yang dihasilkan umumnya berbutir halus.
· Pirometamorfosa/
Metamorfosa optalic/Kaustik/Thermal.
Adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang
menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan dengan magma
pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada xenolith atau
pada zone dike.
· Metamorfosa
Kataklastik/Dislokasi/Kinemati/Dinamik
Terjadi pada daerah yang mengalami deformasi intensif,
seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena gaya mekanis yang
mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan. Batuan yang dihasilkan bersifat
non-foliasi dan dikenal sebagai fault breccia, fault gauge, ataumilonit.
· Metamorfosa
Hidrotermal/Metasotisme
Terjadi akibat adanya perkolasi fluida atau gas yang
panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan batuan sehingga
menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia. Perubahan juga dipengaruhi
oleh adanya confining pressure.
· Metamorfosa Impact
Terjadi akibat adanya
tabrakan hypervelocity sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya
beberapa mikrodetik dan umumnya ditandai dengan terbentuknya
mineral coesite danstishovite. Metamorfosa ini erat kaitannya dengan
panas bumi (geothermal).
·
Metamorfosa Retrogade/Diaropteris
Terjadi akibat adanya penurunan temperature sehingga kumpulan mineral
metamorfosa tingkat tinggi berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada
temperature yang lebih rendah (Combs, 1961).
Gambar Lokasi dan Tipe Metamorfisme
H. MACAM-MACAM
BATUAN METAMORF
1.
Marmer
Marmer atau batu pualam merupakan
batuan hasil proses metamorfosa atau malihan dari batu gamping. Pengaruh suhu
dan tekanan yang dihasilkan oleh gaya endogen menyebabkan terjadi rekristalisasi
pada batuan tersebut membentuk berbagai foliasi mapun non foliasi. Akibat
rekristalisasi struktur asal batuan membentuk tekstur baru dan keteraturan
butir. Marmer Indonesia diperkirakan berumur sekitar 30–60 juta tahun atau
berumur Kuarter hingga Tersier. Marmer akan selalu berasosiasi keberadaanya
dengan batugamping. Setiap ada batu marmer akan selalu ada batugamping,
walaupun tidak setiap ada batugamping akan ada marmer. Karena keberadaan marmer
berhubungan dengan proses gaya endogen yang mempengaruhinya baik berupa tekan
maupun perubahan temperatur yang tinggi. Di Indonesia penyebaran marmer
tersebut cukup banyak, seperti dapat dilihat pada. Penggunaan marmer atau batu
pualam tersebut biasa dikategorikan kepada dua penampilan yaitu tipe ordinario
dan tipe staturio. Tipe ordinario biasanya digunakan untuk pembuatan tempat
mandi, meja-meja, dinding dan sebagainya, sedangka tipe staturio sering dipakai
untuk seni pahat dan patung. Ditemukan di gunung Jokotuwo, Bayat, Klaten.
2.
Marmer merah
Warna yang cenderung ‘ngejreng’ dan terkesan vokal, membuat jeni batu ini
menjadi batu marmer favorit masyarakat. Batu ini pun sudah lama dimanfaatkan
sebagai bahan untuk mempercantik bangunan. Hingga saat ini jenis batu marmer
merah masih digunakan sebagai bahan elemen interior dan eksterior. Ditemukan di
karangsambung, Kebumen.
3.
Sekismika
Batuan sekis mika memiliki warna abu-abu dan mengkilap putih, dengan
komponen mineralnya yaitu mika, merupakan metamorf foliasi. Pada deretan batuan
sekis mika ini terdapat aliran sungai yang merupakan arah aliran subsekuaen
karena sungainya sejajar dengan arah straight. Pada struktunya terdapat rekahan
yang telah terisi oleh mineral kuarsa yang masuk ke celah-celah rekahan
tersebut. Sekis mika berfoliasi lemah terdapat komponen mika dan kuarsa.
Terbentuk karena akibat tektonik yang merupakan fanerik lepidoblastik skistosa.
Batuan dengan mineral mika yang berkilauan ketika tertimpa sinar matahari ini
adalah batu tertua yang tersingkap di Pulau Jawa. Ditemukan di bayat, Klaten.
4.
Sekis hijau
Batuan Sekis hijau (metamorf) merupakan satuan batuan tertua sebagai
basement yang berumur Trias (TrS) terdapat di bagian timur daerah penyelidikan.
Luas penyebarannya cukup luas sekitar 20% menutupi daerah penelitian dengan
ketebalan diperkirakan lebih dari 300 meter (?). Batuan Sekis hijau ini
tersingkap pada penorehan struktur sesar dijumpai pada bagian tebing sungai
Binangga hingga ke bagian selatan didaerah desa Pakuli dan Simoro. Batuan ini tersingkap
sebagai Sekis hijau, berwarna hijau tua, berlapis sebagai bidang foliasi,
kompak, berbutir halus, lanau sampai lempung dan setempat-setempat rekahan
terisi oleh urat-urat kwarsa maupun kalsit. Ditemukan di sadang, Kebumen.
5.
Sekis biru
Fasies blueschist atau sekis biru yang mengandung mineral sodic biru amp
hibol, glaukopan bersama dengan mineral lawstonite. Ditemukann di sadang,
Kebumen.
6.
Gneis
Gneiss adalah typical dari jenis batuan metamorf, batuan ini terbentuk pada
saat batuan sedimen atau batuan beku yang terpendam pada tempat yang dalam
mengalami tekanan dan temperatur yang tinggi. Hampir dari semua jejak jejak
asli batuan ( termasuk kandungan fosil) dan bentuk bentuk struktur lapisan (
seperti layering dan ripple marks) menjadi hilang akibat dari mineral-mineral
mengalami proses migrasi dan rekristalisasi. Pada batuan ini terbentuk goresan
goresan yang tersusun dari mineral mineral seperti hornblende yang tidak
terdapat pada batuan batuan sediment. Ditemukan di Pulau bangka, belitung.
7.
Filit
Filit berwarna hitam terdapat pada dinding sungai yang terjal. Batuan ini
terbentuk selama proses penunjaman serta merupakan batuan metamorf berderajat
rendah. Proses tektonik dan deformasi lebih lanjut berupa patahan geser searah
aliran sungai, membentuk lipatan-lipatan kecil serta struktur gores garis pada
batuan filit. Ditemukan di Bayat, klaten.
8.
Agate
Agate adalah mikrokristalin berbagai kuarsa ( silika ), ditandai oleh
kehalusan yang gandum dan kecerahan warna. Meski agates dapat ditemukan di
berbagai jenis batu, mereka klasik terkait dengan gunung berapi batu tetapi
dapat umum di beberapa batu metamorfik dan lainnya chalcedonies diperoleh lebih
dari 3.000 tahun yang lalu dari Sungai Achates, sekarang disebut Dirillo , di
Sisilia . Agate adalah salah satu yang paling bahan umum digunakan dalam seni
ukir hardstone , dan telah pulih di sejumlah situs kuno, yang menunjukkan
penggunaan meluas dalam dunia kuno, misalnya, pemulihan arkeologi di Knossos
situs di Kreta menggambarkan perannya dalam Zaman Perunggu Minoan budaya.
Ditemukan di karangsambunng, Kebumen.
9.
Nefrit
Nefrit adalah permata , berbagai amphibole , bersama dengan giok giok
dikenal nama. (Jadeit je pyroxen.) warna giok adalah bayam hijau tua, mineral
memiliki kekerasan sekitar 7 derajat skala Mohs, seperti kuarsa, tetapi lebih
sulit karena struktur mikrokristalin. Setelah polishing sangat estetika, dengan
kemilau kaca sempurna. Ditemukan di Karang sambung Kebumen.
10. Horenfels
Hornfels ( Jerman , yang berarti "hornstone," setelah sering
hubungan dengan glasial "puncak" tanduk di Alps, menjadi batu yang
sangat keras dan dengan demikian lebih mungkin untuk menolak tindakan glasial
dan tanduk berbentuk seperti bentuk puncak Matterhorn ) adalah kelompok
peruntukan untuk serangkaian metamorf kontak batuan yang telah dipanggang dan
indurated oleh panas mengganggu massa beku dan telah diberikan besar, keras,
splintery, dan dalam beberapa kasus yang sangat tangguh dan tahan lama.
Ditemukan di watumpang, Kebumen.
11.
Asbes
Asbes merupakan mineral yang
berbentuk serat-serat yang mudah terpisah. Ukuran sebuah serat asbes sangat
kecil dan halus. Karena itulah mudah beterbangan di udara. Apabila terhirup, asbes
akan segera masuk ke dalam rongga pernapasan, kemudian menimbulkan berbagai
kerusakan. Ditemukan di karangsambung, Kebumen.
gambarnya ngak muncul kak
BalasHapusFree Spins No Deposit for Slots & Casino Site - LuckyClub
BalasHapusFree Spins No Deposit at Slots & luckyclub.live Casino Site · Deposit Options · Bonus Code: MYFT100 · Payment Options: No more than $10 · Bonus Code: None.